Puisi berjudul “Ketukan Palumu” ini merupakan karya Dewi Nova. Puisi ini ditulis khusus pada Aksi Surat Raksasa dalam rangka 79 Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia di depan Gedung DPR RI pada, 15 Agustus 2024.
20 tahun sudah RUU PPRT yang diperjuangkan oleh masyarakat sipil tak kunjung disahkan. RUU PPRT yang merupakan inisiatif DPR ini telah diajukan sejak tahun 2004. RUU ini beberapa kali masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) namun tak kunjung disahkan. Harapan masyarakat tertuju pada Puan Maharani, selaku Ketua DPR RI yang merupakan representasi perempuan untuk memperjuangkan RUU ini. Sayangnya, Puan justru abai dan terkesan menyandera pengesahan RUU PPRT.
Aksi Surat Raksasa menuntut: Puan, Stop Sandera RUU PPRT. Puisi ini ingin mengetuk hati setiap orang, agamawan, para pemangku kebijakan, dan juga Puan Maharani selaku representasi perempuan pemegang kuasa kebijakan. Berikut petikan puisi Ketukan Palumu.
Ketukan Palumu
Oleh: Dewi Nova
***
Ketukan palu
bagi perjuangan sesama rahim,
yang bangun lebih pagi dari ayam jago
dan pergi tidur di tubir dini hari
—
Apakah roda-roda kehidupan masih akan bergerak?
tanpa tangan-tangan cekatan, yang menyiapkan sarapan
tanpa perawat sekaligus penjaga rumah
tanpa ketelatenan yang membersihkan sarang,
untuk engkau kembali dan mengumpulkan tenaga
—
Apakah generasi bangsa masih berlanjut?
tanpa para pengasuh tak kenal waktu, bagi balita dan anak-anak manusia
tanpa ketabahan dan kasih yang sering kali melebihi orang tua mereka?
—
Apakah engkau, masih tetap hidup dan menjadi anggota DPR
tanpa kesediaan memberi hidup dari para PRT
sejak engkau bayi hingga kini menjadi wakil rakyat?
—
Ketukan palu
Di ingatan-ingatan perjalanan hidupmu
Di kepala-mu
Di nurani-mu
Di rahim-mu
—
20 tahun, waktu lebih dari separuh reformasi
20 tahun, 4 kali masa pergantian presiden dan DPR
20 tahun, waktu yang pengasuh berikan untuk anak-anakmu,
dari balita hingga dewasa
20 tahun, waktu yang terlalu lama
untuk mengetuk nurani dan imanmu
agar mewujudkan hukum:
yang mengakui PRT sebagai pekerja
yang melindungi dan menghormati kerja-kerja perawatan
—
Ketukan palu di pintu-pintu negara
Ketukan palu di agama-mu
20 tahun penundaan pengesahan RUU PPRT:
berapa juta PRT yang diupah, tak sepadan dengan pengorbanannya
berapa juta PRT bekerja tanpa perlindungan sosial
berapa ratus PRT dirudapaksa, disiksa, tanpa keadilan dan pemulihan
berapa PRT yang kembali kepada sang Pencipta, sebelum waktunya!
—
Ketukan palu di jantungmu
Agar engkau tak terus menjadi bagian dari para penindas, penyiksa, dan pembunuh
Ketukan palu
di setiap langkahmu
di masjid-masjid, di gereja-gereja, di vihara-viahara, di kuil-kuil, di kelenteng-kelenteng
di gunung dan pantai
di langit doa-doa
—
Ketukan palu
dalam nyanyian
dalam tarian
dalam puisi-puisi
—
Ketukan palu di Gedung DPR
Karena kita tak bisa lagi menunggu!
Apa arti beragama?
Apa arti bernegara?
Bila masih berdiri bersama penindas
—
Ketukan palumu untuk RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga
Sebab kemerdekaan, milik setiap pekerja (*)
Humaira
Terkait
Cerita Perempuan Batulawang, Memperjuangkan Hak Atas Tanah
Resensi Buku: Menghadang Kubilai Khan
Paus Membasuh Kaki Semua Umat di Indonesia, Melangkah dalam Keberagaman dan Kesetaraan