Masyarakat Adat Rampi, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, pada 21 Agustus 2025 kembali menyuarakan penolakan terhadap aktivitas tambang emas PT. Kalla Arebama yang sejak 2017 telah mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) seluas 12.010 hektar. Izin tersebut dikeluarkan tanpa persetujuan warga dan mengancam ruang hidup masyarakat, mulai dari lahan pertanian, pemukiman, hingga situs sejarah dan rumah ibadah.
Bagi masyarakat adat, tanah Rampi bukan sekadar lahan. Di sanalah sumber penghidupan, sejarah, dan warisan leluhur dijaga turun-temurun. Kehadiran tambang hanya akan merusak hutan, mencemari air, dan memusnahkan kehidupan yang selama ini terpelihara dengan baik.
Penolakan yang Konsisten
Sejak 2022, masyarakat Rampi secara tegas menolak tambang melalui berbagai cara:
– Keputusan Musyawarah Adat (Magombo) di Desa Tedeboe dan Rampi.
– Pemasangan spanduk penolakan di berbagai titik desa.
– Aksi damai dengan pakaian adat (2023 & 2025).
– Rapat dengar pendapat di DPRD Luwu Utara yang membuktikan tanda tangan warga telah dipalsukan.
Sikap tegas ini menunjukkan bahwa masyarakat tidak pernah memberikan persetujuan atas tambang.
Upaya Kriminalisasi
Sayangnya, perjuangan masyarakat adat kerap dibalas dengan tekanan. Puluhan warga pernah dilaporkan ke polisi atas tuduhan pencemaran nama baik. Kini, warga bahkan dituduh melakukan ‘tambang ilegal’. Aparat digunakan untuk membungkam suara kritis, terutama para tokoh adat dan orator penolak tambang.
Tuntutan Masyarakat Adat Rampi
Ketua Adat Rampi, Tokei Tongko, menegaskan:
“Tanah Rampi adalah warisan leluhur. Kami tidak pernah memberi izin tambang. Kami akan terus melawan sampai IUP dicabut dan keadilan ditegakkan.”
Masyarakat Adat Rampi mendesak:
1. Pemerintah segera mencabut IUP PT. Kalla Arebama.
2. PT. Kalla Arebama menghentikan seluruh aktivitas eksplorasi dan eksploitasi di Tanah Adat Rampi.
3. Hentikan segala bentuk kriminalisasi terhadap warga yang mempertahankan tanah dan lingkungan.
Sukir Anggraeni
Terkait
Hentikan Eksploitasi Mahasiswa! Pernyataan Sikap PPI Belanda atas Wafatnya Muhammad Athaya Helmi Nasution
Koalisi Masyarakat Sipil Gugat Menteri Kebudayaan atas Penyangkalan Perkosaan Massal Mei 1998
Menyelamatkan Harapan di Tengah Krisis Mental dan Ekonomi