17 Desember 2025

Menguatkan Jejaring Lintas Iman demi Ruang Aman bagi Kelompok Rentan

Source: freepik

0Shares

Sejumlah tokoh lintas iman, organisasi masyarakat sipil, akademisi, serta perwakilan komunitas lokal Bogor Raya berkumpul dalam kegiatan bertajuk “Interfaith Dialogue: Menguatkan Jejaring dan Keberlanjutan Advokasi Kelompok Rentan di Bogor Raya”, Senin (15/12/2025) di Kampus Mubarak Kemang, Bogor, Jawa Barat. Kegiatan ini menjadi ruang perjumpaan dan dialog strategis untuk memperkuat perlindungan kelompok rentan di tingkat lokal, khususnya di Kota Bogor.

Dialog lintas iman ini diselenggarakan sebagai respons atas dinamika sosial yang semakin kompleks, termasuk potensi tantangan dan risiko yang dapat muncul dari pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional 2023 yang akan berlaku secara mengikat pada Februari 2026. Berbagai pasal dalam KUHP baru dinilai berpotensi berdampak pada kebebasan sipil dan kelompok rentan apabila tidak diiringi dengan pemahaman, pengawasan, serta kebijakan turunan yang berpihak pada hak asasi manusia.

Ilustrasi KUHP. Foto : pinterest.com

Diskusi ini menghadirkan Arif Munandar (Jemaat Ahmadiyah Indonesia) selaku tuan rumah Kampus Al-Mubarok, dan Syamsul Alam Agus (Ketua Badan Pelaksana Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara). Dari diskusi tersebut Arif Munandar sharing mengenai Ahmadiyah dalam hal ini kelompok minoritas dalam ormas keagamaan yang kerap kali mendapatkan intimidasi.

“Sejak datang di Indonesia tahun 1925 hingga sekarang, Ahmadiyah masih jadi kelompok yang sering dapat perlakuan tidak adil, padahal sama sebagai warga negara,” ujar Arif.

Arif menyebutkan bahwa Ahmadiyah masih bisa survive karena mereka satu komando, disiplin organisasi dan solidaritas internal yang kuat. “Ketaatan semua anggota kepada pimpinan (Amir/Khalifah) menjadi kunci Ahmadiyah bisa tetap ada hingga saat ini,” katanya.

Arif berkata dari inisiatif kaborasi bersama CSO: “Kami berharap apa yang sudah dilakukan bisa lebih baik lagi, lebih ditingkatkan dalam action, seperti diskusi dan kegiatan yang riil yang bisa berdampak pada masyarakat, sekaligus kami bisa sama-sama memfasilitasi kelompok rentan,” harapnya.

Dalam diskusi tersebut, para peserta juga menyoroti situasi kelompok rentan di tingkat lokal, mulai dari minoritas agama dan kepercayaan, difabel, perempuan, anak, kelompok miskin kota, hingga komunitas dengan kerentanan sosial lainnya.

Selain membahas tantangan, Syamsul Alam Agus yang juga hadir sebagai narasumber menaruh harap menjadikan ruang diskusi antara CSO untuk merumuskan arah kolaborasi dan keberlanjutan advokasi di tingkat daerah. Ia mendorong penguatan jejaring lintas iman dan masyarakat sipil, pertukaran pengetahuan terkait KUHP Nasional, serta penyusunan strategi advokasi bersama yang kontekstual.

“Komunitas harus membangun kesadaran dengan mengetahui apa saja ancamannya, organisasi masyarakat sipil, baik itu yang masih sangat sektoral harus membangun mitigasi resiko dengan melihat kerentanan yang ada di KUHP,” ungkapnya.

Syamsul Alam Agus juga mengajak komunitas untuk membangun kesadaran, potensi ancaman harus dijawab dengan membangun sistem keamanan diri, membuat panduan dan pelatihan paralegal untuk mencegah jika KUHP berlaku.

Yayasan Satu Keadilan, selaku penyelenggara kegiatan, sudah membuat panduan untuk mitigasi resiko bagi Komunitas yang nanti akan dibahas pada diskusi lanjutan.

Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam membangun ekosistem advokasi yang berkelanjutan, di mana tokoh agama, masyarakat sipil, dan komunitas lokal dapat berjalan bersama dalam menjaga ruang hidup yang aman, adil, dan bermartabat bagi seluruh warga, khususnya kelompok rentan. Serta membangun early warning system sekaligus respons system dalam menghadapi potensi-potensi konflik yang akan muncul dari pemberlakuan KUHP tersebut.[]

Jung Nurshabah Natsir

0Shares