Oleh Istikomah*
Bangsa Indonesia akan segara melangsungkan Pemilihan Umum Serentak pada tanggal 17 April 2019 yang akan datang. Ketika pemilihan umum berlangsung, kita harus punya niat membuat perubahan saat 5 menit di bilik suara nanti karena 5 menit tersebut sangat menentukan kehidupan kita untuk 5 tahun kedepan dengan memilih wakil-wakil kita.
Saat ini banyak yang pesimis (terutama kelas menengah) memandang bahwa pemilu ini takkan merubah apa-apa. Karena pemilu hanya akan menjadi alat para elit untuk mempertahankan kekuasaannya saja. Tapi sejatinya pemilu itu sangat penting karena perempuan harus bisa memastikan bahwa pemilu nanti menghasilkan orang-orang yang akan menghasilkan kebijakan yang memenuhi 4 asas, yakni
Pertama asas akses, artinya kalau dia membuat kebijakan maka perempuan harus bisa mengakses kebijakan tersebut.
Kedua asas partisipasi yang artinya setiap pemerintah mau mengambil kebijakan maka harus meminta pendapat kita semua.
Ketiga asas kontrol yakni bagaimana masyarakat bisa menjewer atau memberi hadiah atas sebuah kebijakan yang dibuat. Karena mereka sudah digaji dan diberi pekerjaan maka mereka harus bekerja seperti harapan kita semua.
Keempat harus mengandung asas manfaat dimana kebijakan pemerintah harus bermanfaat bagi rakyat, contohnya dengan tidak menggusur pemukiman rakyat miskin di Taman Kota ini.
Bicara tentang partisipasi perempuan dalam politik di Indonesia terkait kuota 30% maka di tingkat internasional perwakilan berbagai negara telah berkumpul merumuskan kesepakatan bersama bahwa perempuan harus punya hak untuk dilibatkan dalam politik. Atas dasar itu maka ada landasannya sehingga pemerintah Indonesia membuat Undang Undang terkait kuota 30%.
Kesepakatan lain dari berkumpulnya perwakilan dari berbagai negara tadi adalah penghapusan segala bentuk diskriminasi kepada perempuan. Ada 5 hak asasi bagi perempuan yang diputuskan yang salah satunya adalah hak dalam kehidupan publik dan politik. Maka perempuan punya landasan yang kuat, tidak hanya di negara kita tapi juga di seluruh dunia juga mengakui itu.
Kemudian di Undang Undang Dasar 1945 kita juga menyebutkan di Pasal 28 h Ayat 2 dan Pasal 28 i Ayat 2. Kemudian ada Undang Undang lain Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak perempuan adalah bagian dari Hak Asasi Manusia.
Jadi pemilu ini bisa sebagai ajang menyelesaikan masalah atau advokasi kasus, advokasi kebijakan dengan mendorong pemerintah kedepan untuk membuat aturan yang bermanfaat bagi masyarakat banyak yang itu disyahkan dengan UU, Perpres, peraturan tingkat Kelurahan dan seterusnya.
Pemilu juga harus bisa sebagai ajang kampanye dimana banyak momen pertemuan Calon Legislatif dengan para warga maka kita bisa mengkampanyekan masalah warga, kampanye harapan warga.
Lalu ada juga dengan membangun kerjasama politik dengan Calon Legislatif, perluasan struktur atau membangun banyak teman, dan menambah anggota.
Bicara problem perempuan, ada tiga problem besar yang menyasar kaum perempuan yakni patriarki (tidak setara dengan kaum lelaki), tidak demokratisnya kehidupan kita (militerisme dan akan dikembalikannya Dwi Fungsi TNI) dan neoliberalisme (pencabutan subsidi,deregulasi, privatisasi dimana hal-hal yang menjadi kebutuhan rakyat diberikan kepada swasta yang itu harusnya dikerjakan oleh pemerintah).
Problem perempuan yang lain adanya diskriminasi, subordinasi, di cap negatif/stereotif, beban ganda (sudah bekerja di publik tapi masih bekerja di rumah), kekerasan seksual dan pelecehan. Atas berbagai problem di atas, maka pemilu ini harus bisa menjadi solusi bagi banyak problem perempuan. (*)
*Penulis adalah aktivis perempuan yang juga aktif sebagai aktif di Serikat Tani Nasional (STN)
Terkait
Literasi Keuangan: Bijak Meminjam, Waspada Jerat Pinjol Ilegal
Kepemimpinan Perempuan, Menuju Maluku Utara Adil Makmur
Ibu Bumi, Darah Perempuan, Sebuah Seruan Perubahan