Maluku Utara – Pulang dari acara pernikahan, Dewi Anakoda dan seorang temannya mendapatkan kalimat candaan seksis yang berbuntut kekerasan fisik. Kejadian berlangsung ketika Dewi Anakoda hendak pulang ke Kao setelah menghadiri pernikahan temannya pada pukul 23.00 WIT pada hari Kamis, 12 November 2020.
Waktu keluar dari tempat acara, Dewi berjalan kaki menuju tempat parkir motor. Tiba-tiba terdengar suara celetukan dari seorang laki-laki berinisial OB. Menurut penuturan Dewi, si OB mengolok-oloknya dengan candaan seksis dalam dialog Tobelo, “Ihh parampuang kong ba pake bagitu? (red: Perempuan tidak pantas memakai pakaian seperti itu).
Merasa terusik, Dewi langsung membalas tindakan seksis itu “ Ngana sapa kong atur apa yang kita pake? Tubuhku otoritasku lah! Ngana Tra punya hak berkomentar kita p tubuh tanpa kita minta” (red: Kamu tidak berhak mengomentari apapun yang saya pakai tanpa seijin saya, tubuh saya otoritas saya).
Selang beberapa waktu terjadi perdebatan antara Dewi dan pelaku. Selanjutnya, si pelaku memukul wajah depan bagian kiri Dewi. Akibat pukulan OB, pelipis Dewi pecah, bengkak di area jidat, pipi kiri dan area mata. Sampai dibawa ke Puskesmas Kao, tidak ada itikad baik dari pelaku untuk minta maaf kepada korban.
Merasa bahwa keamanannya terusik, Dewi Anakoda melaporkan kejadian yang dialaminya ke Polsek Kao. Dia juga melaporkan tindakan kekerasan yang dilakukan OB dan berharap pelakunya bisa dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku.
“Pelaku harus menerima semua sanksi akibat dari kekerasan yang dilakukan terhadap saya sebagai korban. Berbagai upaya telah saya tempuh hingga sekarang kasusnya sudah dalam proses hukum dari mulai melapor sampai dengan tahap visum sebagai bukti dan akan diproses lebih lanjut,” ungkap Dewi Anakoda.
API Kartini Maluku Utara menyampaikan rasa keprihatinannya atas kekerasan fisik dan candaan seksis yang menimpa Dewi Anakoda.
Nhya Tokuru Fong, PJS Ketua Wilayah API Kartini Maluku Utara mengatakan bahwa kekerasan fisik dan upaya kontrol terhadap cara berpakaian perempuan yang dilakukan OB telah menciderai hak-hak perempuan.
“Budaya ini lahir dari akar patriarki dan dominasi otoritas laki-laki. Upaya ini telah berujung serangan secara fisik dan melukai perempuan. API KARTINI menilai bahwa tindakan ini sangat tidak manusiawi dan melanggar hak-hak kaum perempuan,” tegas Nhya Tokuru Fong.
API Kartini Maluku Utara juga mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh OB terhadap Dewi Anakoda yang juga anggota kolektif API Kartini Halmahera Utara.
“API Kartini juga meminta kepada pihak Kepolisian untuk memproses melalui jalur hukum tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pelaku kepada Dewi Anakoda. Selanjutnya, API Kartini mengajak kepada seluruh masyarakat Maluku Utara untuk menghentikan segala bentuk pelecehan, seksisme, pengontrolan atas tubuh perempuan,” kata Nursaeva A. Kader selaku Sekretaris Wilayah.
API Kartini Maluku Utara menghimbau Pemerintah, seluruh masyarakat Maluku Utara, elemen organisasi perempuan, komunitas di Maluku Utara dan berbagai organisasi rakyat untuk menolak segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan menghargai segala bentuk kebebasan berekspresi pada perempuan, serta mengakui kesetaraan berbasis gender.
Siti Rubaidah
Terkait
79 Tahun Merdeka: Puan, Stop Sandera RUU PPRT
Tepatilah Janji, Film sebagai Media Sosialisasi Pilkada 2024
Ultah ke-30, AJI Tetap Melawan di Tengah Disrupsi Media dan Menguatnya Otoritarianisme