Puisi karya: Fransiska Aurelia Susana
aku hanya mata yang melihat
Hanya telinga yang mendengar
Hanya kaki yang melangkah
Hanya mulut yang pandai berbicara
Aku hanya kata-kata melata!
Seperti rakyat yang hidup jelata
Sedang kaum berdasi berpeluk takhta
Berkasur setumpuk harta!
Pertanyaannya di dapat dari mana?
Akh….
Ini aku
Ku perkenalkan dengan amat lugas
Aku seperti bait pertama pada puisi ini
Hanya..hanya dan hanya
Yang ber-dikari di belakang layar
Tanpa ikut berperan namun
Selalu menjadi korban!
Hahahahah ini film indonesia!
Alur-alur sudah di mulai
Kisah nyata di poles jadi setting-an
Airmata-airmata tokoh publik hanya oplosan di depan monitor televisi
Yah…ini fikti belaka !
Jika ada kesamaan nama tempat dan waktu itu hanyalah sampah kebetulan!
Sedang Indonesia berduka
Dari wabah-wabah durhaka
Dari anak negeri pecandu cundang narkoba
Dari serakah kaum borjuis bertunggang kursi negara
Suara-suara penting di diamkan!
Amnesia…!
Rakyat adalah kedaulatan tertinggi
Indonesia menderita
Dari airmata pertiwi yang di hamili pelaku tuna susila
Dari tumpah darah saudara sedarah
Dari jerit-jerit perempuan telanjang
Dari tangis sendu anak-anak di lampu merah!
Kelaparan!
Kemiskinan!
Akh sudah biasa yang bisa jadi berbisa.
Seperti dasi-dasi ular di leher para pejabat
Bersahabat seperti akrab tanpa sebab…
Hahahha bagaimana mungkin!
Bodoh!
Kau di jinak-kan seperti menjadi penurut!
Saatnya merdeka-kan diri!
Untuk apa ulang tahun 1945 di rayakan sebanyak 75 jika airmata -airmata para budak belum kering ?
Suarakan kebenaran!
Harus punya keberanian untuk menunjukan salah yang benar!
Bukan diam seperti batu yang candu di injak alat-alat berat negara!
Kita aspirasi,inspirasi,dan motivasi
Buat perisai bukan mati berdiri
Merdeka yang arti adalah belati.
Tikam sampai ari-ari !
Akh….saya hanya berpuisi pak..bu
Sehormatnya saya kembalikan kepada keadilan?
Seperti apa?!
Seperti yang mereka suarakan namun dibungkam seribu budak paham!
Terkait
Film Bolehkah Sekali Saja Ku Menangis, Keberanian Melawan KDRT dan Trauma
Resensi Buku: Menghadang Kubilai Khan
Paus Membasuh Kaki Semua Umat di Indonesia, Melangkah dalam Keberagaman dan Kesetaraan