Sebuah utas yang dikirim melalui akun @zanatul_91 memberikan informasi mengenai kasus perkosaan yang menimpa salah satu adiknya. Utas ini sontak menarik perhatian banyak pihak. Dalam utas tersebut kakak korban memberikan detil kronologi perkosaan disertai intimidasi dan kekerasan terhadap korban.
Berbagai langkah segera ditempuh oleh keluarga korban. Pada tanggal 16-19 Desember 2022, pihak keluarga segera menjemput korban. Kemudian menyediakan rumah aman serta berupaya memulihkan kondisi psikologisnya. Pihak keluarga juga mencari data pendukung dari teman-teman korban serta menemui pendamping hukum.
Keluarga korban mulai menyusun kronologi berdasarkan cerita lisan korban kepada kuasa hukum, Tigor Hutapea dan Iman Zanatul Haeri, kakaknya, pada hari senin tanggal 9 Januari 2023. Kronologi tersebut menceritakan awal mula korban mengenal pelaku serta awal pelaku melakukan kekerasan berupa kekerasan fisik, seksual dan intimidasi virtual melalui aplikasi WhatsApp dan penyebaran video korban saat mendapat perlakuan kekerasan dari pelaku.
Korban hanya mengingat bulan kejadian namun mengalami kesulitan dalam mengingat secara tepat (hari) kejadian tersebut. Sulitnya korban mengingat peristiwa traumatik tersebut dibuktikan oleh laporan psikolog yang pada hari senin, 9 Januari 2023 memberikan laporan konseling. Dengan diagnosis yang menyebutkan bahwa korban mengalami: Generalized Anxiety Disorder (gangguan kecemasan menyeluruh) dan Postraumatic Stress Disorder (Gangguan Stress Pasca Trauma)
Jalur hukum juga ditempuh keluarga korban dengan membuat laporan ke kepolisian dengan mengajukan berbagai bukti baik berupa foto, video maupun potongan percakapan WhatsApp. Persidangan kasus dimulai pada Sidang kasus revenge porn dengan agenda pembacaan tuntutan tersebut berlangsung pada hari Selasa, 27 Juni 2023 kemarin. Terdakwa Alwi Husen Maolana dituntut Pasal 45 ayat 1 jo Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE). Sidang pembacaan putusan ini dengan nomor perkara 71/Pid.sus/2023/PN Pandeglang dijadwalkan digelar pada pukul 09.00 WIB di Pengadilan Negeri (PN) Pandeglang, Selasa (27/6/2023). Sidang berlangsung tertutup dan baru dimulai sekitar pukul 16.10 WIB. Terdakwa akan mengikuti sidang secara online di Rutan Kelas IIB Pandeglang.
Dalam kasus ini, terdakwa dijerat Pasal 45 ayat 1 jo Pasal 27 ayat 1 dan Pasal 29 jo Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan/atau Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27 UU ITE Nomor 11 Tahun 2008. Dari dakwaan tersebut terdakwa mendapat tuntutan hukuman maksimal 6 tahun penjara. Dengan disertai hukuman denda sebesar Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan penjara,
Melalui pantauan beberapa pemberitaan di media serta pertemuan secara langsung dengan korban, beserta keluarga dan kuasa hukumnya, Suluh Perempuan mendukung sepenuhnya upaya yang telah ditempuh oleh pihak korban dan keluarganya. Kami juga mendukung sepenuhnya peninjauan kasus secara komprehensif. Bahwa kasus tersebut juga mengandung kekerasan fisik dan kekerasan visual serta intimidasi. Untuk ini perlu ditempuh langkah hukum selanjutnya untuk menetapkan hukuman yang tepat dan adil bagi korban.
Beberapa hal yang juga perlu mendapat perhatian adalah kondisi psikologi pelaku yang menunjukkan perilaku kejam sejak usia remaja (SMP). Perilaku ini menimbulkan keprihatinan yang mendalam dan sepatutnya juga mendapat pendampingan. Sorotan dan peradilan terhadap pelaku bukan semata berdasarkan keinginan subyektif membuat pelaku jera dan tidak melakukan tindakan kekerasan kembali namun juga membuka kesadaran untuk menghargai dirinya dan kemanusiaan.
Suluh Perempuan sangat mengapresiasi langkah-langkah yang telah ditempuh keluarga dan pendamping hukum. Kami berharap peradilan kasus ini juga mendorong para korban dan keluarga lainnya untuk berani menyampaikan dan melaporkan ketidakadilan yang menimpa diri, keluarga serta lingkungan terdekatnya.
Peradilan kasus ini juga diharapkan dapat mendorong masyarakat dan aparat penegak hukum untuk menjalani prosedur seperti yang telah diamanatkan melalui berbagai perundangan di Indonesia, terutama Undang-Undang No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Jakarta, 28 Juni 2023
Siti Rubaidah
Ketua Umum Suluh Perempuan
CP: Ernawati (0881-6717-562)
KRONOLOGI
Sebelum tahun 2021
Sejak masa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN , korban (adik kami) mengaku sudah kenal dengan pelaku bernama Alwi alias Ale. Mereka berteman sejak masa SMP.
Menginjak masa SMA, korban (adik kami) menyadari bahwa Alwi mulai mendekatinya secara tidak biasa. Alwi berkali-kali menyatakan perasaannya. Namun korban (adik kami) mengaku sering menolaknya. Karena orang tua memang melarang korban (adik kami) berpacaran. Pada satu waktu, korban (adik kami) menerima alwi sebagai pacar namun tiga hari kemudian mereka putus. Karena menurut korban (adik kami) ‘itu hanya cinta monyet.”
Menurut korban (adik kami), Alwi tipe temperamental dan berani melakukan kekerasan fisik di sekolah. Alwi sering menghampiri satu persatu teman-teman korban (adik kami) dan memukul mereka secara acak sebagai reaksi atas penolakan korban (adik kami) terhadapnya. Bahkan Alwi beberapa dipanggil BK karena terlibat kekerasan tersebut.
Pada saat Ujian Nasional (UN), Alwi mengancam ibunya tidak ingin mengikuti UN karena sakit hati diputuskan. Wali kelas Alwi, menurut keterangan korban (adik kami), adalah Pak Yuyu guru wali kelas Alwi, membujuk korban (adik kami) agar menerima Alwi sebagai pacarnya. Maksud Pak Yuyu Agar Pelaku/Alwi bisa mengikuti UN dan sekolah dianggap sukses karena semua siswanya mengikuti UN. Guru tersebut menyebut permintaan ‘pura-pura pacaran’ sebagai misi dari sekolah. Namun yang tidak diketahui bahwa Alwi adalah pelaku kekerasan yang jauh lebih berbahaya.
Pada masa UN, korban (adik kami) pernah dipaksa untuk ikut Alwi ke sebuah kontrakan di dekat SMAN. Di lokasi tersebut korban (adik kami) mengaku dipukuli karena tidak mau dibujuk untuk melakukan hubungan seksual. Korban (adik kami), Ia menangis dan teman-teman pelaku hanya melihat tapi tidak menolong. Meski demikian ia pulang dalam keadaan luka-luka dan memar-memar. Menurut korban (adik kami) saat itu Alwi gagal mendapatkan apa yang diinginkannya. Korban (adik kami) berhasil menutupinya dari keluarga.
Alwi selalu mengancam akan memukuli teman-teman korban (adik kami) jika korban (adik kami) tidak mau menemuinya. Oleh sebab itu korban (adik kami) sulit menolak permintaan Alwi untuk bertemu karena teman-temannya terancam.
Terkait
Film Bolehkah Sekali Saja Ku Menangis, Keberanian Melawan KDRT dan Trauma
Kepemimpinan Perempuan, Menuju Maluku Utara Adil Makmur
Sherly Tjoanda Laos: Usung Perubahan Maluku Utara