9 Desember 2024

Perempuan, APBN, Inflasi dan Subsidi

Di masa pandemi, kekerasan dalam rumah tangga meningkat. Di masa inflasi, kekerasan dalam ekonomi kembali menguji ketangguhan perempuan
0Shares

Kenaikan Harga BBM

Gelombang aksi unjuk rasa merebak di berbagai daerah, menyusul pengumuman kenaikan harga BBM. Aksi unjuk rasa mungkin akan terus berlanjut hingga Oktober. Wajar masyarakat merasa terpukul dengan kenaikan harga tersebut. Setelah berbulan-bulan di dera kenaikan harga barang konsumsi, kenaikan harga BBM seperti puncak dari semua penderitaan. Kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari bukan berkurang, bahkan bertambah.

Kegelisahan cukup teredam dengan adanya bantalan sosial berupa subsidi BBM dan BSU Pekerja. Subsidi dan kompensasi dianggarkan sebesar 502, 4 T selama 4 bulan untuk 20,65 juta keluarga penerima manfaat. Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin pada Maret 2022 mencapai 26,16 juta orang. Anggaran subsidi mungkin akan meningkat hingga 698 T seiring pemulihan aktivitas ekonomi serta meningkatnya mobilitas. Kuota BBM bersubsidi yakni Solar dan Pertalite diperkirakan akan habis pada Oktober 2022.

Pemerintah melalui Menkeu menyatakan bahwa distribusi manfaat subsidi dan kompensasi energi selama ini tidak tepat sasaran. Lebih banyak dinikmati oleh kelompok masyarakat mampu. Hanya sebanyak 5% subsidi Solar dan 20% dari subsidi kompensasi Pertalite dinikmati oleh yang berhak. Selama ini memang banyak keluhan di masyarakat mengenai jenis kendaraan tertentu ikut di barisan antrian BBM ber subsidi di SPBU. Logikanya, mampu membeli kendaraan mewah seharusnya juga punya daya beli lebih untuk mengisi bahan bakar. Karena bahkan jumlah digit Nopol juga memiliki nominal pajak yang berbeda.

Klaim ini yang mendorong Pemerintah untuk mengalihkan dalam bentuk subsidi langsung agar daya beli masyarakat tetap terjaga dan pertumbuhan ekonomi tetap berlangsung. Dari klaim ini ada dua hal yang patut di kritisi, pertama, daya beli sudah menurun sejak kenaikan harga barang konsumsi beberapa bulan sebelumnya. Kenaikan harga tercatat dari Data Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan (SP2KP) harga minyak goreng curah pada bulan Maret berada di Rp 18.300 per liter. Sejak awal Maret trennya cenderung naik hingga lebih dari 22.000. Di bulan Agustus berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS), harga cabai rawit merah naik jadi Rp71.850 per kilogram (kg). Kemudian, harga cabai merah besar Rp68.500 per kg dan cabai rawit hijau Rp54.100 per kg. Sementara dari Data Kementerian Perdagangan (Kemendag) per 26 Juli 2022, rata-rata harga telur Rp 29.300 per kg. Kini di laman Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP) Kemendag, harga telur ayam ras naik menjadi Rp 31.300 per kg. Bahkan di Provinsi Papua nyaris menyentuh angka Rp 40.000 per kg. Harga di atas Rp 35.000 per kg juga tercatat di Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Tengah.

Subsidi

Kedua, untuk kelompok penerima manfaat, belum semua masuk dalam skema bantalan sosial seperti PKH, BLT, Subsidi BBM atau BSU. Sejak pandemi Covid, ada perubahan dalam kelompok penerima manfaat. Baik dalam jumlah maupun kelompok masyarakatnya. Tidak sedikit usaha gulung tikar dan melempar kelompok ini dalam golongan keluarga miskin. Selain itu juga usia anak dan jenjang Pendidikan dalam PKH. Dalam pertemuan dengan sebuah kelompok Pekerja Rumah Tangga, hanya tiga dari sekitar 20 an anggota yang menerima bantuan melalui skema Subsidi BBM dan BTNP.

Karena tidak dianggap pekerja maka para Pekerja Rumah Tangga ini tidak dapat masuk dalam skema BSU. Sementara untuk bantuan lainnya, PKH dan BLT misalnya, juga tidak dapat. Rata-rata usia ibu-ibu ini di atas lima puluh tahun dan sudah tidak memiliki anak usia sekolah. Sebagian merupakan janda tanpa anak, mungkin ibu-ibu ini hanya sebagian kecil dari masyarakat luas yang belum menerima subsidi. Namun bagaimanapun juga, ibu-ibu ini sangat membutuhkan subsidi.

Inflasi

Langkah yang ditempuh Pemerintah dengan subsidi sosial secara langsung memang dapat membantu meredam namun tidak serta merta menggantikan besarnya dampak kenaikan harga barang serta jasa dalam negeri. Ditambah kenaikan harga BBM yang dikhawatirkan akan menggeret tingkat inflasi sampai akhir tahun sehingga berpotensi menahan laju pertumbuhan ekonomi. Beberapa sektor akan terganggu seperti meningkatnya biaya transportasi, khususnya untuk logistik dan kebutuhan pokok karena konsumsi BBM dalam sektor logistik digunakan mulai dari barang tersebut masih bahan mentah hingga sampai ke konsumen. Saat ini beberapa sektor masih menahan kenaikan harga jual dengan melakukan perhitungan ulang dan penghematan biaya, atau melakukan penyesuaian harga. Masyarakat juga melakukan penyesuaian kembali terhadap pola konsumsi dan pengeluarannya di semua komponen biaya kebutuhan sehari-hari.

Di sisi lain, menurut BPS, inflasi Juli 2022, yang merupakan inflasi tertinggi sejak Oktober 2015, sebagian besar disumbang oleh kenaikan harga makanan dan minuman. Sementara inflasi tidak berpengaruh terhadap harga bahan bakar minyak dalam negeri, listrik dan gas elpiji karena pemerintah telah menaikkan subsidi. Komponen harga pangan menembus angka 11%. Walaupun pada akhirnya dapat terkendali hingga 8,93% pada Agustus lalu. Ini ibarat mempertanyakan mana yang lebih dulu, ayam atau telur? Selain itu perlu dicatat bahwa kebijakan kenaikan BBM kali ini merupakan kebijakan kenaikan BBM yang ke 8 kalinya sejak BBM di Indonesia masih menggunakan jenis Premium sebagai yang paling murah, yaitu Premium: Rp8.500 per liter dan Solar: Rp7.500 per liter pada November 2014.

Otak-Atik Anggaran

Sebagai langkah strategis untuk menekan laju inflasi, Pemerintah memusatkan perhatian pada komoditas pangan sebab sektor ini memiliki pergerakan cukup fluktuatif serta tingkat demand yang sangat tinggi. Selain itu Pemerintah telah mengupayakan beberapa strategi untuk menekan laju inflasi.  Salah satunya adalah dengan menganggarkan Dana Alokasi Umum (DAU) serta Dana Bagi Hasil (DBH). Alokasi dana tersebut dapat berbentuk bantuan sosial transportasi umum, ojek, bahkan hingga transportasi nelayan. Anggaran alokasi dana juga digunakan untuk memberikan stimulus terhadap pelaku Usaha Mikro Menengah.

Maka hal ini tampak seperti lingkaran tak berujung, kenaikan harga BBM, subsidi, kenaikan harga barang konsumsi, kenaikan harga BBM, dan penggelontoran anggaran untuk subsidi. Bagaimana dengan anggaran? Sebelum ini kita cukup ber-besar hati dengan pendapatan negara sebesar Rp 2.266,2 triliun naik dari outlook sebelumnya.Penerimaan negara ini bersumber dari Penerimaan perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Dalam 10 tahun terakhir, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) berbasis sumber daya alam sebagian besar berasal dari kegiatan usaha hulu migas. Pendapatan tersebut berasal dari PPh Migas, PBB Migas, PNBP Migas, DMO Minyak Bumi, dan pendapatan iuran badan usaha dari kegiatan usaha gas bumi melalui pipa. Pada APBN 2022, PNBP sumber daya alam berasal dari PNBP hulu migas.

Dari pendapatan tersebut Pemerintah mengalokasikan belanja negara sebesar Rp 3.106,4 triliun, Anggaran tersebut dialokasikan untuk sector Pendidikan, Kementerian Agama, belanja fungsi kesehatan dialokasikan sebesar. Belanja untuk pembangunan infrastruktur, Kementerian pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan Kementerian Perhubungan. Pemerintah juga mengalokasikan untuk membayar bunga utang serta pembayaran bunga utang untuk investor dalam negeri dan luar negeri. Belanja pegawai dan belanja barang. Lalu anggaran Perlinsos. Dan belanja lainnya adalah subsidi energi dan kompensasi sebesar Rp 502 triliun. Termasuk di dalamnya untuk memberikan subsidi Pertalite dan Solar.

Jadi seperti telah disebutkan diatas bahwa APBN kita berasal dari peningkatan hasil pajak, itu artinya dari pajak yang kita, masyarakat, bayarkan selama ini melalui produktivitas ekonomi masyarakat. Pertumbuhan ekonomi  sebesar 5,44 persen year on year (yoy) dengan pertumbuhan tertinggi berasal dari konsumsi rumah tangga sebesar 2,92 persen serta ekspor barang dan jasa sebesar 2,14 persen. Sementara pendapatan di luar pajak berasal dari penguasaan sumber daya alam, antara lain adalah aktivitas pertambangan dan perkebunan kelapa sawit.

Di saat yang sama masyarakat di dera dengan tingginya harga minyak goreng. Sungguh ironi. Belum lagi bicara tentang penyusutan lahan pertanian dimana kaum perempuan banyak mengalami penyingkiran. Belanja rumah tangga menjadi penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi, namun kenaikan harga barang konsumsi menjadi penyumbang terbesar inflasi tertinggi tahun ini. Dan dalam situasi seperti ini, perempuan menjadi kelompok yang paling terdampak.

Sekalipun suami atau ayah ditempatkan sebagai kepala keluarga namun perempuan dianggap sebagai penanggungjawab utama pemenuhan kebutuhan keluarga dan rumah tangga. Beban ini terasa lebih berat lagi bagi para orangtua tunggal (Ibu), yang diluar kemauannya harus bekerja keras sendiri untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Di masa pandemi, kekerasan dalam rumah tangga meningkat. Dan kekerasan dalam ekonomi kembali menguji ketangguhan perempuan. Kenaikan harga BBM jelas berpengaruh bagi mobilitas perempuan. Terutama mereka yang mempergunakan transportasi publik. Kini penghasilan harus dibagi secara cermat untuk mensiasati tingginya harga kebutuhan rumah tangga. Sekali lagi, yang terjadi kemudian adalah masyarakat dipaksa untuk menerima apapun kebijakan yang telah ditetapkan. Sebagian besar mungkin tidak terlalu memusingkan deretan angka APBN dan bagaimana inflasi bisa terjadi. Yang dilakukan adalah bagaimana menjalani kehidupan sehari-hari. Berjibaku mencari pekerjaan, tetap berproduksi dan melakukan penyesuaian dalam pola konsumsi.

Lalu, seperti doa dan harapan, semoga inflasi segera berlalu dan ekonomi terus bertumbuh.

Daya beli menurun, pembayaran pajak meningkat dan aktivitas penggerusan sumber daya alam terus berlanjut. Lalu, bisakah kita menyanyikan lagu ‘September Ceria?’ Jangan lupa, Oktober ini persediaan BBM menipis.

Ernawati

0Shares
×

Salam Sejahtera

× Hai