18 Juni 2025

Review Film “Home Sweet Loan”: Potret Realitas Kelas Menengah Jakarta

0Shares

Film Home Sweet Loan garapan Visinema Pictures dan sutradara Sabrina Rochelle Kalangie berhasil menarik perhatian penonton dengan menjual lebih dari 1,7 juta tiket dan kini dapat penonton saksikan secara global di Netflix. Film ini adalah hasil adaptasi dari novel karya Almira Bastari dan menghadirkan kisah Kaluna (Michelle Ziudith), seorang pekerja kelas menengah yang bermimpi memiliki rumah sendiri di tengah berbagai tekanan keluarga dan realitas ekonomi Jakarta.

Narasi yang Kuat dan Relatable

Kaluna adalah anak bungsu yang masih tinggal bersama orang tuanya serta dua saudara kandungnya yang telah berkeluarga. Meski sebagai yang termuda, ia justru menanggung beban ekonomi terbesar dalam rumah tangga. Dengan tekad kuat untuk memiliki rumah sendiri, Kaluna mengambil pinjaman dan mulai berburu rumah impiannya dengan bantuan tiga sahabatnya. Namun, beban keluarga terus menghantuinya, terutama ketika sang kakak laki-laki menyalahgunakan tabungan pensiun ayah mereka, berhutang melalui pinjaman online, dan memaksa Kaluna untuk menanggung akibatnya.

Puncak konflik terjadi saat Kaluna merasa terjebak dan akhirnya memilih untuk meninggalkan rumah. Ia tinggal di apartemen kosong milik Danan (Dion Wiyoko), yang juga merupakan teman sekaligus calon pasangan romantisnya. Dalam perjalanan ini, Kaluna mulai belajar hidup mandiri dan menghadapi dilema antara keluarga, cinta, serta perjuangannya untuk memiliki tempat tinggal sendiri.

Kritik Sosial: Kepemilikan Rumah dan Beban Perempuan dalam Keluarga

Salah satu kekuatan utama film ini adalah penggambaran autentik tentang realitas pekerja kelas menengah di Jakarta. Dengan sentuhan sutradara Sabrina Rochelle Kalangie, kota Jakarta ditampilkan tanpa romantisasi—mulai dari kemacetan, kepadatan transportasi umum, hingga kondisi hunian yang sempit dan penuh sesak. Seperti yang terlihat dalam film klasik Love in the Flats (1987) karya Nya Abbas Akup, tantangan memiliki rumah di Jakarta memang sudah ada sejak lama, namun di era modern ini, realitas tersebut semakin sulit. Seorang pekerja kelas menengah seperti Kaluna harus berjuang dengan pinjaman untuk membeli rumah yang terletak jauh dari pusat kota, sebuah fakta yang sangat relevan bagi banyak orang saat ini.

Dari perspektif feminisme, Home Sweet Loan dengan jelas memperlihatkan bagaimana perempuan sering kali secara terpaksa harus menanggung beban ekonomi keluarga, bahkan ketika mereka sendiri memiliki aspirasi dan impian pribadi. Kaluna tidak hanya menjadi tulang punggung bagi orang tuanya, tetapi juga harus menanggung kesalahan finansial kakaknya. Dalam budaya patriarki yang masih kuat di banyak keluarga Asia, perempuan sering kali diasumsikan sebagai pihak yang paling bertanggung jawab untuk merawat keluarga, bahkan dengan mengorbankan kebebasan dan kesejahteraan pribadi mereka.

Keputusan Kaluna untuk meninggalkan rumah bukan sekadar tindakan impulsif, tetapi sebuah bentuk perlawanan terhadap norma sosial yang mengekang perempuan dalam peran pengasuhan dan pengorbanan. Ia memilih untuk keluar dari sistem yang tidak adil dan mencari kebebasan finansial serta ruang pribadi untuk dirinya sendiri, yang dalam konteks feminisme adalah langkah penting menuju kemandirian perempuan.

Visual dan Akting yang Menghidupkan Cerita

Sinematografi hasil produksi Ivan Anwal Pane ini sangat mendukung narasi emosional film ini. Kontras warna tampak secara efektif untuk menampilkan perasaan Kaluna, rumahnya yang penuh sesak tetapi hangat, berbanding terbalik dengan apartemen kosong yang dingin dan penuh kesepian. Setiap ruang yang terepresentasi dalam film memiliki makna tersendiri, memperkuat perjalanan karakter utama dalam menemukan makna “rumah” yang sesungguhnya.

Akting Michelle Ziudith sebagai Kaluna patut mendapatkan apresiasi. Ia mampu menggambarkan beban emosional seorang perempuan pekerja dengan ekspresi wajah yang subtil namun kuat. Salah satu adegan yang paling menggugah adalah ketika Kaluna berjalan pulang setelah hari kerja yang panjang. Tanpa perlu banyak dialog, kesedihannya dapat penonton rasakan. Karakter Kaluna juga berhasil menyampaikan realitas banyak perempuan yang mengalami tekanan dalam keluarga. Akan tetapi tetap bertahan dan mencari jalan keluar bagi diri mereka sendiri.

Home Sweet Loan bukan sekadar kisah tentang perjuangan memiliki rumah, tetapi juga tentang perjuangan seorang perempuan untuk mendapatkan kebebasannya. Film ini dengan cerdas menggambarkan bagaimana perempuan sering kali terjebak dalam ekspektasi keluarga dan masyarakat. Tentang bagaimana mereka harus berjuang untuk mencapai kemandirian. Dengan arahan sutradara perempuan dan perspektif yang kuat terhadap realitas sosial, film ini menjadi salah satu tontonan terbaik di tahun 2024. Film ini tidak hanya menghibur, tetapi juga menyentuh isu penting yang jarang muncul dalam arus utama film Indonesia.

Bagi mereka yang mencari film yang menyajikan realitas kelas menengah Jakarta. Dengan pendekatan kritis terhadap peran gender, Home Sweet Loan adalah pilihan yang tepat. Kini, film ini dapat dinikmati secara global melalui Netflix.

FAQ tentang Film Home Sweet Loan

1. Apakah Home Sweet Loan berdasarkan kisah nyata? Tidak, film ini diadaptasi dari novel Home Sweet Loan karya Almira Bastari. Namun ceritanya sangat relatable dengan realitas pekerja kelas menengah di Jakarta.

2. Di mana bisa menonton Home Sweet Loan? Film ini tersedia secara global di Netflix.

3. Apa pesan utama dalam Home Sweet Loan? Film ini menyoroti perjuangan perempuan dalam menghadapi tekanan ekonomi dan sosial. Serta pentingnya kemandirian finansial dan kebebasan memilih jalan hidup sendiri.

4. Siapa sutradara dan penulis skenario film ini? Sutradara film ini adalah Sabrina Rochelle Kalangie, dan naskahnya diadaptasi dari novel Almira Bastari.

5. Apakah Home Sweet Loan cocok untuk semua usia? Film ini lebih cocok untuk penonton dewasa dan pekerja kelas menengah yang menghadapi realitas serupa dengan karakter utama.

Penulis: Milla Joesoef

0Shares