15 Februari 2025

Patriarki, Tradisi yang Mendewakan Laki-Laki dan Memperbudak Perempuan (Bagian 3)

0Shares

“Apa sajakah tuntutan laki-laki / suami patriarki terhadap perempuan / istri?”

Tradisi patriarki yang mendewakan laki-laki membuat banyak laki-laki memiliki karakter egois dan otoriter.

Seringnya laki-laki merasa bahwa dirinya hebat, harga diri dan derajatnya lebih tinggi daripada perempuan, mau menang sendiri, harus dipatuhi, harus dituruti, tidak boleh di tentang, dan semacamnya.

Perempuan yang hidup bersama laki-laki patriarki harus siap menuruti dan mematuhi semua keinginan dan perintah suaminya, bahkan meskipun terkadang ada keinginan-keinginan suaminya yang membuatnya menderita.

Tuntutan-tuntutan tersebut diantaranya adalah :

1. Menuntut perempuan untuk mahir memasak berbagai macam masakan dengan rasa yang enak dan sempurna seperti keinginannya untuk dapat menyenangkan dirinya.

Ketika perempuan yang merupakan istrinya itu belum terlalu mahir memasak sehingga rasanya tidak enak atau tidak bisa menyajikan makanan yang diinginkan oleh suaminya, sikap egois laki-laki patriarki biasanya menuntut istrinya untuk segera belajar dan cepat mahir.

Beberapa laki-laki patriarki terkadang sanggup berkomentar kasar kepada istrinya hanya demi mendapatkan hal yang diinginkannya tersebut, misalnya :

“Kamu tidak pandai masak, ya?”
“Masakanmu kok itu-itu aja?”
“Kamu tidak bisa masak yang lain?”

2. Ketika istri terpaksa bekerja diluar untuk membantu perekonomian keluarga, laki-laki patriarki menuntut istrinya untuk bisa membagi waktu agar tidak mengabaikan pekerjaan-pekerjaan yang ada di rumah dan juga tidak mengurangi pelayanan terhadap suaminya.

Karena meskipun istri membantu tugas suami untuk mencari nafkah, namun laki-laki patriarki biasanya tidak mau membantu mengerjakan pekerjaan rumah tangga dengan alasan bahwa mangerjakan pekerjaan seperti itu dapat menjatuhkan harga dirinya sebagai laki-laki.

Ketika istri kelelahan karena double tugas (dirumah dan diluar rumah) dan membuatnya kurang memperhatikan suaminya, jarang sekali laki-laki patriarki mau introspeksi diri agar suami istri saling membantu, namun malah menuntut kesempurnaan tugas-tugas istri dirumah yang terabaikan karena istri sibuk bekerja diluar rumah, misalnya :

 “Mentang-mentang sudah kerja diluar, sekarang tidak mau lagi mencucikan baju suami, tidak mau menyetrika pakaian suami, tidak mau lagi melayani suami.”

Sikap egois laki-laki patriarki membuat dirinya merasa bahwa sebagai seorang suami maka dirinya harus selalu dilayani dan diperhatikan oleh istrinya bagaimanapun keadaannya.

Ia tidak akan bisa menyadari bahwa perempuan / istrinya itu lelah karena bekerja diluar demi keluarga, karena dirinya sebagai seorang suami tidak mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan sempurna dalam mencari nafkah hingga keluarga dalam keadaan kekurangan dan akhirnya istri terpaksa harus membantu perekonomian keluarga dengan bekerja diluar juga.

3. Menuntut istri harus pandai mengatur uang belanja dari suaminya meskipun jumlahnya sangat sedikit dan tidak mencukupi semua kebutuhan rumah tangga.

Seringkali laki-laki patriarki berkata kepada istrinya :

“Aku sudah ngasi uang belanja sekian tiap bulan, cukup tidak cukup ya harus cukup, pandai-pandailah mengaturnya.”

Pemikiran seperti ini menegaskan bahwa jika laki-laki hanya berpenghasilan seadanya, ya diterima saja, jangan mengharapkan lebih meskipun pendapatan suami sebenarnya sangat sedikit dan tidak mampu mencukupi semua keperluan rumah tangga.

Istri tidak boleh menuntut lebih karena laki-laki patriarki tidak suka dituntut oleh istrinya meskipun sebenarnya mencukupi kebutuhan keluarga merupakan tanggung jawab seorang suami.

4. Memaksa istri untuk mau hamil dan melahirkan anak lagi ketika suami masih menginginkan untuk punya anak, atau ketika ada jenis kelamin anak yang belum di dapatkan.

Tidak hanya dalam aktifitas sehari-hari, namun keegoisan laki-laki patriarki biasanya mencakup ke semua hal sampai pada urusan untuk memiliki anak.

Meskipun yang mengalami hamil dan melahirkan adalah tubuh perempuan, namun laki-laki patriarki biasanya merasa berhak untuk menentukan apakah istrinya masih harus hamil dan melahirkan anak lagi untuknya atau tidak.

Seringkali ketika seorang laki-laki patriarki masih menginginkan untuk punya anak, ia akan memaksa dan mengharuskan istrinya untuk hamil dan melahirkan anak lagi untuknya tanpa peduli:

  1. apakah istrinya siap atau tidak,
  2. apakah istrinya punya trauma pada persalinan yang sebelumnya,
  3. apakah istrinya punya riwayat buruk tentang kehamilan,
  4. apakah ada beberapa resiko yang akan dihadapi istrinya di kehamilan dan persalinan berikutnya,
  5. apakah pendapatannya sebagai suami cukup untuk menafkahi banyak anak atau tidak, dan lain-lain.

Mirisnya, ketika laki-laki patriarki selalu menuntut kesempurnaan perempuan, namun perempuan tidak dibenarkan untuk menuntut laki-laki.

Misalnya :

1. “Sebagai laki-laki, kamu mestinya mapan ketika akan menikah, karena itu memang tugas laki-laki untuk menafkahi dan menghidupi keluarganya, bukan malah mengajak hidup miskin dan serba kekurangan.”

2. “Kamu (laki-laki) ingin diterima apa adanya tapi kamu tidak bisa menerima calon istrimu apa adanya? Kamu menuntutnya harus pandai ini dan itu, tapi kamu sendiri sebagai laki-laki juga tidak ada kualitasnya.”

3. “Kamu menuntut istrimu harus selalu tampil cantik, wangi, pandai merawat diri dan wajah, dan lain lain begini begitu, tapi kamu sebagai suami tidak sanggup memodali istrimu untuk bisa tampil cantik dan sempurna? Dan kamu sanggup menyalahkan istri karena ia tidak seperti yang kamu inginkan? Karena ia tidak seperti segala tuntutanmu kepadanya, padahal justru kamulah sebagai suami yang tidak mampu memodalinya.”

Banyak laki-laki patriarki yang tidak terima ketika dirinya dituntut oleh perempuan meskipun tuntutan yang dilayangkan padanya sebenarnya merupakan tuntutan yang wajar.

Bagi laki-laki patriarki, mereka boleh menuntut perempuan tentang apa saja yang mereka inginkan, wajar ataupun tidak wajar, tapi perempuan tidak begitu. Dalam tradisi patriarki, perempuan tidak memiliki hak yang sama untuk menuntut laki-laki.

Perempuan harus selalu menerima laki-laki apa adanya bagaimanapun keadaan mereka, bagaimanapun sikap dan perbuatan mereka, bahkan ketika laki-laki tersebut sebenarnya penuh dengan kekurangan dan tidak memiliki kualitas apa-apa. Jangankan menuntut laki-laki, mengomentari atau sekedar mengeluarkan pendapat saja pun (tentang keburukan laki-laki) tidak di izinkan, apalagi sampai menuntut ini dan itu.

 “Meskipun sangat tidak adil terhadap perempuan, namun mengapa ajaran patriarki terus berkembang luas di masyarakat dan sulit untuk dimusnahkan?”

Ada beberapa hal yang menyebabkan tradisi patriarki terus berkembang di masyarakat, diantaranya adalah :

1. Ajaran yang sudah turun temurun dimana dalam pikiran laki-laki dan perempuan sudah ditanamkan pemikiran seperti itu.

Anak laki-laki dan perempuan yang tumbuh dalam keluarga patriarki biasanya akan mengikuti ajaran orang tuanya karena selama ini mereka tumbuh dengan melihat keadaan dan keseharian orang tuanya seperti itu.

Selanjutnya, mereka akan meneruskan tradisi patriarki tersebut menjadi sebuah siklus yang terus menerus dalam silsilah keluarga mereka.

2. Lingkungan sekitar yang juga patriarki.

Kehidupan sehari-hari orang-orang yang tidak patriarki tentu sangat berlawanan dengan orang-orang yang patriarki.

Tidak menganut ajaran patriarki namun tinggal di lingkungan yang patriarki akan membuat tetangga-tetangga patriarki mengomentari kehidupan mereka. Laki-laki / suami non patriarki yang membantu pekerjaan istrinya di rumah akan dipandang dan di komentari sebagai laki-laki / suami yang takut pada istri.

Hal tersebut bisa menjadi lelucon yang meresahkan. Meskipun tidak menganut ajaran patriarki namun orang-orang yang tinggal di lingkungan patriarki biasanya terpaksa mengiyakan pemikiran tetangga-tetangga patriarkinya agar tidak lagi menjadi bahan hinaan di lingkungan tersebut.

3. Hanya mengikuti ajaran dan tradisi yang ada tanpa mau mencari tau lebih lanjut tentang suatu hal.

Banyak orang yang mengikuti ajaran dan tradisi yang ada tanpa mau mencari tau, apakah hal tersebut memang benar dan harus seperti itu atau ada kesalahan yang seharusnya tidak diikuti dan tidak diteruskan.

Seringnya orang-orang mencampuradukkan antara ajaran agama dan tradisi hingga sulit dibedakan apakah sesuatu hal memang merupakan ajaran agama atau hanya tradisi yang sudah turun temurun.

Begitu juga dengan tradisi patriarki yang ada di masyarakat. Banyak orang yang meyakini bahwa ajaran patriarki seperti itu berasal dari ajaran agama. Karena berpikiran seperti itu, banyak orang yang meneruskan ajaran patriarki turun temurun dalam silsilah keluarganya.

4. Keadaan perempuan yang susah untuk mengeluarkan pendapat dan akhirnya sulit untuk bisa membuat perubahan dalam kehidupan di masyarakat.

Ajaran patriarki yang menganggap rendah perempuan biasanya tidak mengizinkan perempuan untuk mengeluarkan pendapatnya.

Akibatnya meskipun tertekan dan terdiskriminasi, namun biasanya perempuan dipaksa untuk menerima saja bagaimana ia diperlakukan di dalam tradisi yang ada.

Perempuan tidak dibiarkan untuk menuntut hak-hak nya agar menjadi setara dengan laki-laki. Karena keadaan yang tidak mendukung itu, sulit untuk membuat perubahan mengenai adat dan tradisi yang berlaku di masyarakat.

5. Rasa takut terhadap laki-laki.

Dalam kehidupan masyarakat patriarki, laki-laki biasanya akan selalu lebih didengarkan daripada perempuan.

Pendapat laki-laki selalu lebih dibenarkan daripada perempuan. Dalam banyak hal, laki-laki akan selalu dimenangkan dan perempuan sering dijadikan pihak yang bersalah. Laki-laki sulit untuk ditentang meskipun sebenarnya mereka berbuat salah.

Keadaan seperti itu sering membuat perempuan memiliki rasa takut terhadap laki-laki. Perempuan sering tidak bisa mengomentari laki-laki ketika apa yang dilakukan oleh laki-laki sebenarnya adalah salah, dan pada akhirnya perempuan hanya bisa menerima saja bagaimana laki-laki memperlakukan dirinya meski pantas atau tidak pantas.

6. Didikan dalam keluarga yang selalu membenarkan laki-laki.

Sejak kecil, laki-laki sudah di didik untuk berpikir bahwa laki-laki merupakan makhluk yang superior dan lebih tinggi kedudukannya daripada perempuan.

Dalam berbagai hal, situasi, dan kondisi, laki-laki selalu di istimewakan, di utamakan, di nomor satu kan, di dengarkan, di patuhi, dan semacamnya.

Keistimewaan terhadap laki-laki seperti itu membuat perempuan seringkali berada dalam posisi yang sulit dimana perempuan tidak bisa melakukan perlawanan apa-apa meskipun dirinya dirugikan oleh laki-laki.

Tidak adanya perlawanan dari perempuan terhadap laki-laki tentu membuat ajaran patriarki semakin mudah berkembang di kalangan masyarakat luas.

~bersambung. . .

***(Oothye)

0Shares
×

Salam Sejahtera

× Hai